Tak ada hasil yang ditemukan

    Pengaruh Perluasan Kekuasaan Kolonial Di Indonesia

    Pada akhir abad ke-18, VOC dibubarkan dan digantikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah kolonial Belanda tetap berusaha memperkuat kedudukannya dan memperluas wilayah kekuasaannya di Nusantara. Untuk memperoleh keuntungan yang besar, pemerintah kolonial Belanda melaksanakan Sistem Tanam Paksa sejak 1830. Sistem Tanam Paksa menimbulkan penderitaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. Sistem Tanam Paksa mendapat kritikan tajam dari orang-orang Belanda sendiri yang didukung oleh kaum liberal. Pada tahun 1870 Sistem Tanam Paksa dihapuskan. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menjalankan politik liberal (1879 - 1900).

    Pelaksanaan politik liberal ternyata juga menimbulkan kemiskinan dan penderitaan rakyat. Akibatnya, timbul reaksi, kritik dan kecaman dari berbagai organisasi sosial, politik, dan keagamaan terhadap politik liberal. Akhirnya, pada permulaan abad ke-20 pemerintah kolonial Belanda melaksanakan Politik Etis.

    Pengaruh Perluasan Kekuasaan Kolonial Di Indonesia
    Pengaruh Perluasan Kekuasaan Kolonial Di Indonesia

    Perluasan kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia membawa akibat dari berbagai segi kehidupan, seperti berikut:

    Bidang Politik


    Dalam bidang politik, pengaruh Belanda makin kuat. Secara sisteatis, pemerintah kolonial Belanda berhasil melemahkan bahkan menghapus kekuasaan penguasa pribumi. Kerajaan-kerajaan besar dan berpengaruh pada masa lalu satu demi satu ditempatkan di bawah kekuasaan Belanda. Raja-raja diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Mereka diikat dengan kontrak politik yang menyatakan bahwa kerajaan mereka adalah bagian dari kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.

    Para bupati dan lurah tidak lagi memegang kekuasaan. Para bupati dijadikan pegawai negeri dan digaji. Wibawa mereka merosot di mata rakyat dan posisi itu menjauhkan mereka dari rakyat. Lurah sebagai pejabat pemerintahan pribumi yang paling bawah, di mata rakyat juga dianggap sebagai alat kekuasaan kolonial yang paling nyata.

    Para penguasa pribumi tersebut ada yang terpaksa dan ada pula yang dengan senang hati menjalankan pemerintahan sesuai dengan keinginan Belanda. Karena itulah, rakyat menganggap bahwa para penguasa pribumi tersebut sebagai bagian dari pemerintahan kolonial. Tindak tanduk para penguasa itu diawasi secara ketat. Jika ada yang mencoba menjalankan kebijaksanaan menyimpang dari hal yang sudah digariskan mereka akan menghadapi risiko dipecat atau dibuang. Dengan demikian, rakyat tidak lagi mempunyai pimpinan tempat mereka mengadukan nasib.

    Bidang Ekonomi


    Perluasan kekuasaan kolonial Belanda di wilayah Indonesia menimbulkan akibat di bidang ekonomi. Berdasarkan laporan yang ada pada awal abad ke-20 diketahui bahwa penghasilan rata-rata sebuah keluarga di Jawa hanya 64 gulden Belanda setahun. Dengan penghasilan yang sangat sedikit tersebut, mereka masih harus melakukan berbagai kewajiban.

    Kemiskinan dan penderitaan yang dialami oleh rakyat jajahan adalah salah satu akibat dari pelaksanaan politik Drainage (politik pengrekrutan kekayaan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda). Politik Drainage mencapai pncaknya pada masa pelaksanaan Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) dan sestem ekonomi liberal. Selama pelaksanaan Sistem Tanam Paksa, pemerintah kolonial Belanda memperoleh keuntungan ratusan juta gulden Belanda. Keuntungan yang diperoleh itu semua digunakan untuk membangun Negeri Belanda. Tidak ada pemikiran untuk menggunakan sebagian keuntungan itu bagi kepentingan Indonesia. Sistem ekonomi liberal pun tidak meningatkan taraf hidup rakyat Indonesia.

    Bidang Sosial


    Perluasan kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia menimbulkan terjadinya perubahan sosial bagi negeri jajahan. Hal yang menonjol dalam kehidupan sosial yang dihadapi penduduk negeri jajahan adalah diskriminasi yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda. Diskriminasi itu berdasarkan golongan dalam masyarakat, bahkan berdasarkan suku bangsa.

    Pada praktik diskriminasi ras, warna kulit menentukan status sosial seseorang. Pihak penjajah Belanda dan penduduk berkulit putih sebagai golongan minoritas memiliki hak-hak istimewa. Penduduk pribumi berkulit sawo matang sebagai golongan mayoritas hampir tanpa diberikan hak. Mereka hanya diberikan kewajiban.

    Tidak semua anak pribumi berhak untuk menempuh pendidikan model Barat. Begitu pula dalam pemerintahan, tidak semua jabatan tersedia bagi orang pribumi. Kalaupun ada golongan pribumi yang menjadi pegawai pemerintah atau pamong praja, hanyalah sebagai alat pemerintah kolonial dan selalu dibatasi kekuasaannya. Adanya diskriminasi ras mengakibatkan jarak antara golongan Barat (Belanda) dengan golongan pribumi menjadi lebar.

    Berdasarkan golongan dalam masyarakat, status sosial orang bumiputra lebih rendah daripada golongan Timur Asing (Cina dan Arab). Dalam lingkungan suku-suku bangsa pun diadakan diskriminasi. Suku bangsa Jawa yang dinilai penurut lebih disenangi daripada suku-suku bangsa lain.

    Bidang Kebudayaan


    Pengaruh kehidupan barat dalam lingkungan kehidupan tradisional tampak makin luas. Cara bergaul, gaya hidup, cara berpakaian, bahasa dan pendidikan Barat mulai dikenal di kalangan atas. Sementara itu, beberapa tradisi di lingkungan kerajaan mulai luntur. Tradisi keagamaan rakyat pun mulai terancam. Dalam suasana yang demikian timbul kekhawatiran bahwa pengaruh kehidupan Barat dapat merusak nilai-nilai kehidupan tradisional. Tantangan kuat datang dari para pemimpin agama. Mereka memandang kehidupan model Barat bertentangan dengan ajaran agama dan menjadi dasar ajakan untuk melakukan perlawanan.

    Perluasan kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia telah menimbulkan kekecewaan dan kebencian yang sangat mendalam dalam diri penduduk bumiputra. Untuk membebaskan dari tindakan sewenang-wenang kaum penjajah, tokoh-tokoh masyarakat yang berjiwa pahlawan bangkit dan berjuang melawan penjajah. Perlawanan rakyat melawan penjajah Belanda terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Namun, semua perlawanan tidak berhasil mengusir penjajah Belanda dari Bumi Nusantara.

    Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan itu, antara lain sebagai berikt:
    1. Perlawanan masih bersifat kedaerahan
    2. Perlawanan tidak serentak dan tidak ada koordinasi antar daerah
    3. Perlawanan sangat bergantung pada pemimpin
    4. Penjajah selalu menjalankan politik adu domba (devide et impera).


    Berbagai pengalaman pahit akibat perluasan kekuasaan kolonial dan kegagalan berbagai perlawanan rakyat melawan Belanda, pada abad ke-19 mendorong munculnya nasionalisme di kalangan penduduk bumiputra. Nasionalisme adalah kecintaan yang mendalam terhadap tanah air dan bangsa. Kaum bumiputra bertekad mengusir penjajah dari bumi Nusantara. Kaum bumiputra melawan penjajah Belanda untuk memperoleh kemerdekaan dengan cara yang lebih luas jangkauannya, yaitu melalui organisasi pergerakan.

    Posting Komentar

    Berikan tanggapan atau komentar Anda...!!!

    Lebih baru Lebih lama

    نموذج الاتصال